Sabaknews.co|Jambi JAMBI, 15 SEPTEMBER 2025 – Tragedi demokrasi yang dipertontonkan di Markas Polda Jambi pada 12 September 2025 lalu adalah puncak gunung es dari budaya arogansi dan anti-kritik yang harus segera dihentikan. Aliansi Keadilan Bersama POLRI (AKBP) menilai insiden penghalangan, pelarangan, hingga intimidasi fisik terhadap jurnalis yang meliput kunjungan Komisi III DPR RI bukan hanya pelanggaran etik, melainkan serangkaian tindak pidana yang dilakukan secara sadar oleh aparat penegak hukum dan diamini oleh para pengawasnya.
Permintaan maaf yang disampaikan oleh Humas Polda Jambi kami tolak dengan tegas. Itu adalah upaya dangkal untuk meredam amarah publik dan merupakan bentuk pelemparan tanggung jawab dari para pimpinan yang seharusnya paling bertanggung jawab.
Alion Meisen, Ketua Aliansi Keadilan Bersama POLRI (AKBP), menyatakan, “Nama organisasi kami adalah Aliansi Keadilan Bersama POLRI, bukan melawan POLRI. Justru karena kami ingin melihat institusi Polri yang profesional, modern, dan dipercaya rakyat, maka kami tidak akan diam saat oknum-oknumnya merusak citra tersebut dari dalam. Apa yang terjadi di Jambi adalah pengkhianatan terhadap semangat Presisi dan Tribrata. Kapolda Jambi dan rombongan Komisi III DPR RI harus berhenti bersembunyi di balik permohonan maaf staf mereka.”
Pelanggaran Berlapis dan Implikasi Sistemik
Insiden ini tidak dapat dilihat sebagai peristiwa tunggal. Ini adalah pelanggaran hukum berlapis yang mengancam sendi-sendi negara hukum.
Pelanggaran Konstitusi: Tindakan ini secara langsung mencederai amanat Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk “…mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi…”. Pers adalah perpanjangan tangan dari hak konstitusional publik ini. Menghalangi pers berarti merampas hak rakyat.
Pelanggaran Pidana UU Pers: Tindakan aparat Polda Jambi secara jelas dan meyakinkan telah melanggar Pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Konsekuensi dari pelanggaran ini bukanlah sanksi etik semata, melainkan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Kata “setiap orang” dalam pasal tersebut mencakup siapapun, termasuk dan terutama aparat penegak hukum.
Kegagalan Total Fungsi Pengawasan: Komisi III DPR RI, yang memiliki fungsi pengawasan terhadap Kepolisian, telah gagal total. Sikap pasif, diam, bahkan terkesan merestui saat pelanggaran hukum terjadi di depan mata mereka adalah sebuah preseden yang sangat berbahaya. Ini menunjukkan lumpuhnya mekanisme checks and balances dan berpotensi melahirkan impunitas.
Tuntutan Keadilan dan Pemulihan Kepercayaan Publik
Untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah insiden serupa terulang secara nasional, AKBP menuntut langkah-langkah konkret, bukan basa-basi:
TANGGUNG JAWAB PIMPINAN, BUKAN STAF: Kami menuntut Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H. Siregar dan Pimpinan Rombongan Komisi III DPR RI Sari Yuliati untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan langsung kepada publik Indonesia, bukan hanya kepada komunitas pers. Akui bahwa telah terjadi kegagalan kepemimpinan dan pengawasan di bawah tanggung jawab mereka.
INTERVENSI MABES POLRI: Kami mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) MABES POLRI—bukan hanya Propam Polda Jambi—untuk melakukan investigasi menyeluruh. Usut tuntas siapa yang memberi perintah penghalangan dan jatuhkan sanksi tegas, mulai dari pelaku di lapangan hingga perwira yang bertanggung jawab.
PERINTAH TEGAS KAPOLRI KE SELURUH JAJARAN: Kapolri harus segera mengeluarkan Surat Telegram (ST) ke seluruh Kapolda di Indonesia yang isinya menegaskan kembali bahwa menghalangi kerja jurnalistik adalah tindak pidana sesuai UU Pers dan memerintahkan seluruh jajaran untuk melindungi, bukan menghalangi, wartawan saat bertugas.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) OLEH KOMISI III DPR RI: Kami menuntut Komisi III DPR RI menggelar RDPU dengan mengundang Dewan Pers, organisasi pers, dan masyarakat sipil untuk menjelaskan kepada publik mengapa mereka membiarkan pelanggaran hukum terjadi dan apa langkah konkret mereka untuk memperbaiki fungsi pengawasan ke depan.
AKBP akan terus mengawal kasus ini. Jika dalam 7×24 jam tuntutan ini tidak diindahkan secara serius, kami akan menempuh langkah lebih lanjut, termasuk melaporkan Kapolda Jambi ke Kompolnas dan pimpinan Komisi III DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan akan melaksanakan aksi turun kejalan kembali menyuarakan Keadilan yang di injak2 di MAPOLDA Jambi. Kepercayaan publik terhadap Polri dan DPR terlalu mahal untuk dikorbankan oleh arogansi sesaat.
Hormat kami, Aliansi Keadilan Bersama POLRI (AKBP),”ujar Alion Meisen”

