Sabaknews.co|Jambi Jambi Rabu, 6 Agustus 2025 — Sidang lanjutan perkara gugatan perdata terkait perbuatan melawan hukum (PMH) atas pendirian tembok permanen di atas lahan milik Pendi dan menghalangi akses keluar masuk mobil Pendi kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Jambi. Pada persidangan yang mengagendakan pemeriksaan saksi dari pihak tergugat, muncul sejumlah keterangan yang dinilai janggal dan tidak relevan.
Perkara ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh Pendi terhadap Budiharjo dan Hendri, terkait pendirian tembok permanen yang menghalangi akses keluar-masuk kendaraan ke lahan milik Pendi. Akibatnya, sebanyak 13 unit mobil tronton, 1 unit alat berat, 1 unit mobil Taft, dan sebuah gudang tidak dapat beroperasi. Hal ini menyebabkan kerugian materiil dan immateriil yang ditaksir mencapai Rp14 miliar.
Dalam sidang kali ini, pihak tergugat menghadirkan tiga orang saksi, yakni Supawi S, Gadu Pardamean Situmeang, dan Jeri Mukoginta. Namun, tim kuasa hukum penggugat menilai ketiga saksi tersebut tidak memiliki kapasitas maupun relevansi terhadap substansi perkara.“Saksi-saksi yang dihadirkan tidak memiliki kompetensi langsung terhadap objek perkara. Ini bukan perkara sengketa hak atas tanah, tetapi gugatan atas perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian besar,” tegas Unggul Garfli, SH, kuasa hukum penggugat, kepada awak media usai persidangan.

Unggul menambahkan bahwa penggugat memiliki bukti otentik berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah dan telah diakui oleh negara. Sertifikat tersebut telah diverifikasi ulang oleh petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui pengukuran resmi pada 27 Juni 2023, atas permintaan Polresta Jambi melalui surat nomor B/1321/VI/2023, serta berdasarkan Surat Tugas dari Kantor Pertanahan Kota Jambi Nomor 481/ST-15.71.IP.02.05/VI/2023. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ditemukan tumpang tindih (overlap) lahan.“Klien kami memiliki legalitas kuat atas kepemilikan tanah tersebut. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tembok yang didirikan oleh Budiharjo berdiri di atas tanah milik Pendi. Hal ini juga telah ditegaskan oleh saksi dari BPN, Citra Oki, yang hadir resmi di persidangan dengan surat tugas dari kantor BPN,” jelas Unggul.
Lebih lanjut, keterangan saksi-saksi dari pihak tergugat dinilai bertentangan dengan keterangan para saksi penggugat, termasuk petugas ukur dari BPN. Dalam kesaksiannya, pihak BPN secara tegas menyatakan bahwa tembok yang dibangun oleh Budiharjo berdiri di atas lahan milik Pendi. Sementara itu, saksi yang dihadirkan tergugat Budiharjo hanya mengetahui adanya patok, tanpa bisa menjelaskan siapa yang memasangnya dan kapan pemasangan dilakukan.
Selain itu, sikap Budiharjo juga menjadi sorotan. Berdasarkan informasi dari sumber kepolisian, Budiharjo tercatat dua kali mangkir dari panggilan sebagai saksi dalam penyidikan Polresta Jambi terkait laporan Pendi tentang dugaan penyerobotan dan pengrusakan tanah, dengan laporan polisi nomor LP/B/804/XII/2024/SPKT/POLRESTA JAMBI/POLDA JAMBI.
Ironisnya, tergugat justru selalu hadir dalam sidang perdata, meskipun telah diwakili oleh kuasa hukumnya. Hal ini memunculkan pertanyaan besar dan menimbulkan kesan bahwa tergugat bersikap seolah kebal hukum. Aparat penegak hukum dinilai perlu bersikap tegas demi tegaknya keadilan.
Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim dijadwalkan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan lanjutan saksi dari pihak tergugat. Perkara ini menjadi sorotan publik, tidak hanya karena nilai gugatannya yang besar, tetapi juga karena menyangkut prinsip keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak atas kepemilikan tanah yang sah.
Kasus ini menegaskan pentingnya transparansi dan integritas dalam proses peradilan perdata, serta perlunya ketegasan aparat penegak hukum dalam menangani pihak-pihak yang tidak kooperatif terhadap proses hukum.(De)

